I.PENDAHULUAN
Arti Istilah dan Sejarah Demokrasi
Istilah “demokrasi” berasal dari yunani kuno yang diutarakan di Athena Kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos /cratein yang berarti pemerintahan. Sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa memperdulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntibilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
Istilah “demokrasi” berasal dari yunani kuno yang diutarakan di Athena Kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos /cratein yang berarti pemerintahan. Sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa memperdulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntibilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
Di Indonesia
Demokrasi Yaitu Demokrasi Yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang
diketahui oleh hampir semua orang.
II.PEMBAHASAN
Demokrasi
Di INDONESIA
Demokrasi
di negara Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan dibebaskan menyelenggarakan kebebasan pers, kebebasan
masyarakat dalam berkeyakinan, berbicara, berkumpul, mengeluarkan pendapat,
mengkritik bahkan mengawasi jalannya pemerintahan. Tapi bukan berarti demokrasi
di Indonesia saat ini sudah berjalan sempurna. Masih banyak persoalan yang
muncul terhadap pemerintah yang belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga
negaranya. Seperti meningkatnya angka pengangguran, bertambahnya kemacetan di
jalan, semakin parahnya banjir, dan masalah korupsi.
Dalam
kehidupan berpolitik di setiap negara yang kerap selalu menikmati kebebasan
berpolitik namun tidak semua kebebasan berpolitik berjalan sesuai dengan yang
diinginkan, karena pada hakikatnya semua sistem politik mempunyai kekuatan dan
kelemahannya masing-masing. Demokrasi adalah sebuah proses yang terus menerus
merupakan gagasan dinamis yang terkait erat dengan perubahan. Jika suatu negara
mampu menerapkan kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan dengan sempurna, maka
negara tersebut adalah negara yang sukses menjalankan sistem demokrasi.
Sebaliknya, jika suatu negara itu gagal menggunakan sistem pemerintahan
demokrasi, maka negara itu tidak layak disebut sebagai negara demokrasi. Oleh
karena itu, kita sebagai warga negara Indonesia yang menganut sistem
pemerintahan yang demokrasi, kita sudah sepatutnya untuk terus menjaga,
memperbaiki, dan melengkapi kualitas-kualitas demokrasi yang sudah ada. Demi
tercapainya suatu kesejahteraan, tujuan dari cita-cita demokrasi yang
sesungguhnya akan mengangkat Indonesia kedalam suatu perubahan.
PERKEMBANGAN
DEMOKRASI DI INDONESIA
1. Demokrasi Kerakyatan Pada Masa Revolusi
Periode
panjang pergerkan nasional yang didominasi oleh muncuolnya organisasi modern
digantikan periode revolusi nasional. Revolusi yang menjadi alat tercapainya
kemerdekaan merupakan kisah sentral sejarah indonesia. Semua usaha untuk
mencari identitas (jati) diri, semangat persatuan guna menghadapi kekuasaamn
kolonial, dan untuk membangun sebuah tatanan sosial yang adil akhirnya
membuahkan hasil dengan diproklamasikannya kemerdekaan indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945.
Pada
masa revolusi 1945 – 1950 banyak kendala yang dihadapi bangsa indonesia,
misalnya perbedaan-perbedaan antara kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata
dengan kekuatan diplomasi, antara mereka yang mendukung revolusi sosial dan
mereka yang menentangnya dan antara kekuatan islam dalam kekutan sekuler. Di
awal revolusi tidak satupun perbedaan di antara bangsa indonesia yang terpecahkan.
Semua permasalahan itu baru dapat diselesaikan setelah kelompok-kelompok
kekuatan itu duduk satu meja untuk memperoleh satu kata sepakat bahwa tujuan
pertama bangsa indonesia adalah kemerdekaan bangsa indonesia. Pada akhirnya
kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dan kekuatan diplomasi bersama-sama
berhasil mencapai kemerdekaan.
2. Demokratisasi Dalam Demokrasi
Parlementer
Setelah
indonesi merdeka, kini menghadapi prospek menentukan masa depannya sendiri.
Warisan yang ditinggalkan pemerintahan kolonial berupa kemiskinan, rendahnya
tingkat pendidikan dan tradisi otoriter merupakan merupakan pekerjaan rumah
yang harus diselesaikan para pemiipin nasional indonesia. Pada periode tahun
1950-an muncul kaum nasionalis perkotaan dari partai sekuler dan partai-partai
islam yang memegang kendali pemerintahan. Ada sesuatu kesepakatan umum bahwa
kedua kelompok inilah yang akan menciptakan kehidupan sebuah negara demokrasi
di indonesi.
Undang –
Undang dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana baedan
eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional beserta
para menteri yang mempunyai tanggung jawab politik. Setiap kabinet terbentuk
berdasarkan koalisi pada satu atau dua partai besardengan beberapa partai
kecil. Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai koalisi kurang dewasa
dalam menghadapi tanggung jawab mengenai permasalahan pemerintahan. Di lain
pihak, partai-partai dalam barisan oposisi tidak mampu berperan sebagi oposisi
kontruktif yang menyusun program-program alternatif, tetapi hanya menonjolkan
segi-segi negatif dari tugas oposisi (Miriam Budiardjo, 70).
Pada
umumnya kabinet dalam masa pra pemilu tahun 1955 tidak dapat bertahan lebih
lama dari rata-rata delapan bulan dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi
dan politik oleh karena pemerintah tidak mendapat kesempatan dalam untuk
melaksanakan programnya. Pemilu tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang
diharapkan, malah perpecahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
tidak dapat dihindarkan. Faktor-faktor tersebut mendorong presiden soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menentukan berlakunya kembali UUD
1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.
Mengingat
kondisi yang harus di hadapi pemerintah indonesia pada kurun waktu 1950-1959,
maka tidak mengherankan bahwa pelaksanaan demokrasi mengaklami kegagalan karena
dasar untuk dapat membangun demokrasi hampir tidak dapat ditemukan. Mereka yang
tahu politik hanya sekelompok kecil masyarakat perkotaan. Para politisi
jakarta, meskipun mencita-citakan sebuah negara demokrasi. Kebanyakan adalah
kaum elite yang menganggap diri mereka sebagai pengikut suatu budaya kota yang
istimewa. Mereka bersikap paternalistik terhadap orang-orang yang kurang
beruntung yakni masyarakat pedesaan. Tanggung jawab mereka terhadap struktur
demokrasi parlementer yang merakyat adalah sangat kecil. Banguan indah sebuah
demokrasi parlementer hampir tidak dapat berdiri dengan kokoh.
3. Demokratisasi Dalam Demokrasi Terpimpin
Di
tengah-tengah krisis tahun 1957 dan pengalaman jatuh bangunnya pemerintahan,
mengakibatkan diambilmnya langkah-langkah menuju suatu pemerintahan yang oleh
Soekarno dinamakan Demokrasi Terpimpin. Ini merupakan suatu sistem yang
didominasi oleh kepribadian soekarno yang prakarsa untuk pelaksanaan demokrasi
terpimpin diambil bersama-sama dengan pimpinan ABRI (Hatta, 1966 : 7). Pada
masa ini terdapat beberapa penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945, misalnya
partai-partai politik dikebiri dan pemilu ditiadakan. Kekuatan-kekuatan politik
yang ada berusha berpaling kepada pribadi Soekarno untuk mendapatkan legitimasi,
bimbingan atau perlindungan. Pada tahun 1960, presiden Soekarno membubarkan DPR
hasil pemilu 1955 dan menggantikanya dengan DPRGR, padahal dalam penjelasn UUD
1945 secara ekspilisit ditentukan bahwa presiden tidak berwenang membubarkan
DPR.
Melalui
demokrasi terpimpin Soekarno berusaha menjaga keseimbangn politik yang
mherupakan kompromi antara kepentingan-kepentingan yang tidak dapat dirujukan
kembali dan memuaskan semua pihak. Meskipun Soekarno memiliki pandangan tentang
masa depan bangsanya, tetapi ia tidak mampu merumuskan sehingga bisa diterima
oleh pimpinan nasional lainnya. Janji dari demokrasi terpimpin pada akhirnya
tidak dapat terealisasi. Pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965 telah mengakhiri
periode demokrasi terpimpin dan membuka peluang bagi dilaksanakannya demokrasi
Pancasila.
4. Demokratisasi Dalam Demokrasi Pancasila
Pada
tahun 1966 pemerintahan Soeharto yang lebih dikenal dengan pemerintahan Orde
Baru bangkit sebagai reaksi atas pemerintahan Soekarno. Pada awal pemerintahan
orde hampir seluruh kekuatan demokrasi mendukungnya karena Orde Baru diharapkan
melenyapkan rezim lama. Soeharto kemudian melakukan eksperimen dengan
menerapkan demokrasi Pancasila. Inti demokrasi pancasila adalah menegakkan
kembali azas negara hukum dirasakan oleh segenap warga negara, hak azasi
manusia baik dalam aspek kolektif maupun aspek perseorangan dijamin dan
penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara institusional. Dalam rangka
mencapai hal tersebut, lembaga-lembaga dan tata kerja orde baru dilepaskan dari
ikatan-ikatan pribadi (Miriam, 74).
Sekitar
3 sampai 4 tahun setelah berdirinya Orde Baru menunjukkan gejala-gejala yang
menyimpang dari cita-citanya semula. Kekuatan – kekuatan sosial-politik yang
bebas dan benar-benar memperjuangkan demokrasi disingkirkan. Kekuatan politik
dijinakkan sehingga menjadi kekuatan yang tidak lagi mempunyai komitmen sebagai
kontrol sosial. Kekuatan sosial politik yang diikutsertakan dalam pemilu
dibatasi. Mereka tidak lebih dari suatu perhiasan dan mempunyai arti seremonial
untuk dipertontonkan kepada dunia internasional bahwa indonesia telah
benar-benar berdemokrasi, padahal yang sebenarnya adalah kekuasaan yang
otoriter. Partai-partai politik dilarang berperan sebagai oposisi maupun
kontrol sosial. Bahakan secara resmi oposisi ditiadakan dengan adanya suatu
“konsensus nasional”. Pemerintahan Soeharto juga tidak memberikan check and
balances sebagai prasyarat dari sebuah negara demokrasi (sarbini Sunawinata,
1998 ;8).
Pada
masa orde baru budaya feodalistik dan paternalistik tumbuh sangat subur. Kedua
sikap ini menganggap pemimpin paling tahu dan paling benar sedangkan rakyat
hanya patuh dengan sang pemimpin. Mental paternalistik mengakibatkan soeharto
tidak boleh dikritik. Para menteri selalu minta petunjuk dan pengarahan dari presiden.
Siakp mental seperti ini telah melahirkan stratifikasi sosial, pelapisan sosial
dan pelapisan budaya yang pada akhirnya memberikan berbagai fasilitas khusus,
sedangkan rakyat lapisan bawah tidak mempunyai peranan sama sekali. Berbagai
tekanan yang diterima rakyat dan cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang tidak pernah tercapai, mengakibatkan pemerintahan Orde Baru
mengalami krisis kepercayaan dan kahirnya mengalami keruntuhan.
5. Rekonstruksi Demokrasi Dalam Orde
Reformasi
Melalui
gerakan reformasi, mahasiswa dan rakyat indonesia berjuang menumbangkan rezim
Soeharto. Pemerintahan soeharto digantikan pemerintahan transisi presiden
Habibie yang didukung sepenuhnya oleh TNI. Lembaga-lembaga di luar presiden dan
TNI tidak mempunyai arti apa-apa. Seluruh maslah negara dan bangsa indonesia
menjadi tanggung jawab presiden/TNI. Reformasi menuntut rakyat indonesia untuk
mengoreksi pelaksanaan demokrasi. Karena selama soeharto berkuasa jenis
demokrasi yang dipraktekkan adalah demokrasi semu. Orde Baru juga meninggalkan
warisan berupa krisis nasional yang meliputi krisis ekonomi, sosial dan
politik.
Tugas
utama pemerintahan Habibie ada dua, yakni pertama bekerja keras agar harga
sembilan pokok (sembako) terbeli oleh rakyat sambil memberantas KKN tanpa
pandang bulu. Kedua, adalah mengembalikan hak-hak rakyat guna memperoleh
kembali hak-hak azasinya.
Agaknya
pemerintahan “Orde Reformasi” Habibie mecoba mengoreksi pelaksanaan demokrasi
yang selama inidikebiri oleh pemerintahan Orde baru. Pemerintahan habibie
menyuburkan kembali alam demokrasi di indonesia dengan jalan kebebasan pers
(freedom of press) dan kebebasab berbicara (freedom of speech). Keduanya dapat
berfungsi sebagai check and balances serta memberikan kritik supaya kekuasaan
yang dijalankan tidak menyeleweng terlalu jauh.
Membangun
kembali indonesia yang demokratis dapat dilakukan melalui sistem keparataian
yang sehat dan pemilu yang transparan. Sistem pemilu multipartai dan UU politik
yang demokratis menunjukkan kesungguhan pemerintahan Habibie. Asalkan kebebasan
demokratis seperti kebebasan pers, kebebasab berbicara, dan kebebasan mimbar
tetap dijalankan maka munculnya pemerintahan yang KKN dapat dihindari.
Dalam
perkembanganya Demokrasi di indonesia setelah rezim Habibie diteruskan oleh Presiden
Abdurahman wahid sampai dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat
signifikan sekali dampaknya, dimana aspirasi-aspirasi rakyat dapat bebas
diutarakan dan dihsampaikan ke pemerintahan pusat. Hal ini terbukti dari setiap
warga negara bebas berpendapat dan kebebasan pers dalam mengawal pemerintahan
yang terbuka sehingga menghindarkan pemerintahan dari KKN mungkin dalam
prakteknya masih ada praktik-praktik KKN di kalangan pemerintahan, namun
setidaknya rakyat tidak mudah dibohongi lagi dan pembelajaran politik yang baik
dari rakyat indonesia itu sendiri yang membangun demokrasi menjadi lebih baik.
Ada satu hal yang membuat indonesia dianggap negara demokrasi oleh dunia
Internasional walaupun negara ini masih jauh dikatakan lebih baik dari negara maju
lainnya adalah Pemilihan Langsung Presiden maupun Kepala Daerah yang dilakukan
secara langsung. Mungkin rakyat indonesia masih menunggu hasil dari demokrasi
yang yang membawa masyarakat adil dan makmur secara keseluruhan!!!!!!
Bangsa Indonesia telah melalui empat zama
demokrasi.yaitu zaman Demokrasi Liberal,Demokrasi Terpimpin,Demokrasi Pancasila
dan Demokrasi saat ini masih dalam masa transisi.Berikut adalah rincian dari 4
zaman demokrasi yang telah di lalui bangsa Indonesia :
A. Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Pertama
kali Indonesia menganut system demokrasi parlementer, yang biasa disebut dengan
demokrasi liberal. Masa demokrasi liberal membawa dampak yang cukup besar,
mempengaruhi keadaan, situasi dan kondisi politik pada waktu itu. Di Indonesia
demokrasi liberal yang berjalan dari tahun 1950 - 1959 mengalami
perubahan-perubahan kabinet yang mengakibatkan pemerintahan menjadi tidak
stabil. Pada waktu itu, pemerintah
berlandaskan UUD 1950 pengganti konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat)
tahun 1949.
Ciri-ciri
demokrasi liberal adalah sebagai berikut :
1. Presiden dan wakil presiden
tidak dapat diganggu gugat.
2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan
pemerintah.
3. Presiden bisa dan berhak
membubarkan DPR.
4. Perdana Menteri diangkat
oleh presiden.
Daftar
kabinet yang ada di Indonesia selama masa semorasi liberal :
1. Kabinet Natsir (September 1950 – Maret
1951)
2. Kabinet Sukiman (April 1951 – April 1952)
3. Kabinet Wilopo (April 1952 – Juni 1953)
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo 1 (Juli 1953 –
Agustus 1955)
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955
– Maret 1956)
B. Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)
Demokrasi
terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.
Latar
belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno :
1. Dari segi keamanan : Banyaknya gerakan
sparatis pada masa demokrasi liberal, menyebabkan ketidak stabilan di bidang
keamanan.
2. Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada
masa demokrasi liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet
tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
3. Dari segi politik : Konstituante gagal
dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950
Masa
Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran
beliau agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah
UUD'45. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota
konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti
oleh seluruh anggota konstituante . Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi
konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Hasil
voting menunjukan bahwa :
· 269 orang setuju untuk kembali ke UUD'45
· 119 orang tidak setuju untuk kembali ke
UUD'45
Melihat
dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD'45 tidak dapat direalisasikan.
Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan
tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal
137 UUDS 1950.
Bertolak
dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang disebut
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950
2. Berlakunya kembali UUD 1945
3. Dibubarkannya konstituante
4. Pembentukan MPRS dan DPAS
C. Demokrasi Pancasila
Demokrasi
Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat
dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan
konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila terikat
dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.
Ciri –
cirri demokrasi pancasila :
· Kedaulatan ada di tangan rakyat.
· Selalu berdasarkan kekeluargaan dan
gotong royong.
· Cara pengambilan keputusan secara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
· Tidak kenal adanya partai pemerintahan
dan partai oposisi
· Diakui keselarasan antara hak dan
kewajiban
· Menghargai Hak Asasi Manusia
· Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan
pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak
menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak
· Tidak menganut sistem monopartai
· Pemilu dilaksanakan secara luber
· Mengandung sistem mengambang
· Tidak kenal adanya diktator mayoritas
dan tirani minoritas
· Mendahulukan kepentingan rakyat atau
kepentingan umum
System
pemerintahan Demokrasi Pancasila sebagai berikut
· Indonesia ialah negara yang berdasarkan
hukum
· Indonesia menganut sistem
konstitusional
· Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
· Presiden adalah penyelenggaraan
pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
· Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR)
· Menteri Negara adalah pembantu
presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
· Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
D. Demokrasi yang saat ini masih dalam masa
transisi
III.KESIMPULAN
Jadi intinya demokrasi ialah persamaan hak dan
kedudukan dari setiap warga negara di dalam sebuah negara yang demokratis.
Demokrasi harus ditegakkan dalam berbagai bidang, yaitu demokrasi politik,
demokrasi ekonomi, demokrasi hukum dan demokrasi pendidikan. Dan inti demokrasi
itu sendiri adalah KEADILAN. Demokrasi yang Sebenarnya adalah demokrasi tanpa
embel-embel dibelakangnya, karena tiga macam demokrasi yang diterapkan di
indonesia ternyata tidak berhasil/gagal. Dengan demikian, demokrasi dalam arti
universal dan komprehensif dapat diciptakan melalui tegaknya keadilan politik,
keadilan ekonomi, keadilan sosial dan keadilan Hukum.
DAFTAR PUSTAKA